Memaknai Kemerdekaan Indonesia dari Imajinasi Anak-anak Negeri

Seperti pagi lainnya di hari Sabtu, pukul 07.45 saya harus keluar rumah menuju Yayasan Literasi Desa Tumbuh. Sepanjang jalan, kibaran bendera merah putih menyambut setiap pejalan. Sejak sebulan sebelumnya, beragam lomba hingga hiburan rakyat yang riuh mewarnai peringatan hari kemerdekaan Indonesia.

Delapan puluh tahun Indonesia, bertahan dan menjadi sebuah bangsa merupakan hal yang patut disyukuri namun juga menjadi momentum untuk refleksi. Salah satunya dengan memahami kemerdekaan dari sudut pandang imajinasi anak-anak.

Hari ini, 16 Agustus, kegiatan Ruang Baca mengusung tema “Apa Merdeka Menurutmu”. Sebuah pertanyaan yang tidak sederhana karena ini bukan dari kutipan sejarah, melainkan kata-kata yang lahir dari keseharian anak-anak.

Setibanya di pelataran Yayasan, sudah ada beberapa anak yang datang, ada yang sedang membaca buku tapi ada juga yang sedang tertawa berlarian. Hari itu, empat orang fasilitator mendampingi sekitar 20 anak.

Beberapa menit berikutnya, salah satu fasilitator memulai dengan membaca buku Eldar and Elnur: Story of the Stolen Homes. Kisah Kama, anak Jogja yang mengenakan pakaian lurik dan blangkon, pergi bersama sepupu mereka Eldar dan Elnur mengunjungi pameran mengenai tanah yang dirampas.

Melalui cerita ini, diskusi berlanjut dengan anak-anak.

“Kasihan mereka, mereka tidak mampu sekolah, mereka tidak punya akses untuk air dan makanan” ujar salah satu anak yang selalu kritis.

Fasilitator kemudian melanjutkan tanggapan ini dengan pertanyaan, apakah artinya mereka sudah merdeka? Serempak, anak-anak berusia 1 SD – 5 SD itu menjawab tidak.

Pertanyaan berikutnya, lalu apa merdeka itu menurut kalian? Menjawab pertanyaan ini, mereka berpikir cukup lama. Para fasilitator kemudian memberikan sticky notes dan meminta anak-anak untuk menempel di dinding bambu.

Bagi adik-adik, merdeka punya makna yang sederhana sekaligus penting apabila kita kaji lebih dalam. Merdeka berarti bisa main bersama teman, menikmati sekolah gratis, dan memperoleh makanan bergizi gratis. Merdeka juga berarti tidak dijajah, punya kebebasan untuk menggambar, serta adanya tempat belajar yang banyak. Namun mereka juga menyadari bahwa kemerdekaan bukan berarti bebas tanpa batas.

Seperti yang ditulis salah satu anak, “Merdeka itu bebas, tetapi tidak bebas banget karena kacau kalau bebas tanpa aturan.”

Kalimat-kalimat singkat ini mengingatkan kita bahwa kemerdekaan bukan hanya soal sejarah panjang bangsa, tetapi juga tentang bagaimana negara hadir untuk menjamin hak-hak dasar anak: bermain, belajar, dan hidup sehat.

Pertanyaannya, sudahkah kemerdekaan 80 tahun ini benar-benar mewujudkan hal-hal sederhana itu untuk anak-anak?

Akses Belajar

Kemerdekaan seharusnya menjamin semua anak bisa belajar tanpa hambatan. Faktanya, masih ada wilayah-wilayah yang kesulitan akses buku, sekolah, dan fasilitas belajar lainnya. Adik-adik di ruang baca bahkan menuliskan bahwa merdeka berarti ada tempat belajar yang banyak dan sekolah gratis. Pesan sederhana ini menunjukkan bahwa bagi mereka, kesempatan belajar adalah bagian penting dari arti merdeka.

Ruang Bermain yang Aman

Bagi anak, bermain adalah hak yang tak kalah penting. Mereka menulis bahwa merdeka berarti bisa main bersama teman dan bisa menggambar. Namun di luar kertas-kertas itu, kita menyaksikan banyak ruang terbuka hijau hilang, udara tercemar polusi, dan lingkungan yang tidak selalu ramah bagi anak-anak.

Kebebasan Bersuara

Salah satu diantara mereka, menuliskan kebebasan untuk menggambar mencerminkan mereka ingin berada di negara yang menjaga keamanan mereka untuk berekspresi. Salah satu hal yang patut untuk terus diperjuangkan hingga saat ini. Selain itu, adik-adik ruang baca berani menulis bahwa ‘merdeka itu kebebasan, tapi perlu aturan’. Kalimat ini menegaskan bahwa mereka sudah paham bahwa kebebasan selalu berjalan beriringan dengan tanggung jawab. Namun pertanyaannya, apakah suara anak-anak seperti ini benar-benar didengar dalam kebijakan pendidikan atau lingkungan? Apakah sistem pembelajaran yang ada sudah sesuai dengan kebutuhan mereka?

Harapan Masa Depan

Ketika kita bertanya “Apa yang ingin kalian ubah untuk Indonesia di masa mendatang?”. Mereka membayangkan sebuah negeri di mana alam kembali hidup, bebas dari asap sampah, dan masyarakatnya bisa bernapas lega tanpa polusi. Ada pula yang bermimpi tentang teknologi rekayasa genetik untuk membasmi penjahat dan koruptor, sebuah gagasan polos namun mencerminkan keinginan kuat akan keadilan. Tak ketinggalan, mereka berharap Indonesia selalu damai, tempat di mana setiap orang bisa hidup tanpa rasa takut dan anak-anak bisa tumbuh dengan penuh cinta.

Pada akhirnya, kemerdekaan tidak bisa hanya dihitung dari lamanya usia sebuah bangsa, melainkan dari seberapa jauh ia mampu memenuhi hak-hak paling mendasar warganya, terutama anak-anak.

Merdeka bukan hanya tentang bebas dari penjajahan masa lalu, melainkan bagaimana setiap anak bisa bermain dengan aman, belajar tanpa hambatan, bersuara tanpa takut, dan bermimpi tentang negeri yang lebih baik. Suara mereka mungkin terdengar polos, tapi justru di sanalah letak kejujuran yang kerap teredam dalam riuh peringatan kemerdekaan.

Bagaimana kita sebagai orang dewasa, menjawab pertanyaan polos mereka: jika kita sudah merdeka, mengapa banyak yang takut bersuara? jika kita sudah merdeka, mengapa ada anak yang masih kesulitan untuk mengakses pengetahuan?

Mungkin, kemerdekaan yang sesungguhnya bukan hanya tentang masa lalu yang berhasil kita lepaskan, tetapi tentang masa depan yang mampu kita sediakan bagi generasi yang sedang tumbuh hari ini.

Amalia Sekar Mahanani – Sekretaris Yayasan Literasi Desa Tumbuh, penanggung jawab kegiatan Ruang Baca

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *