Literasidesatumbuh.id, SLEMAN – Di tengah gegap gempita digitalisasi dan percepatan urbanisasi, sebuah oase gerakan literasi justru tumbuh dari dusun kecil di pinggir Barat Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Dusun Betakan, Kelurahan Sumberrahayu, Kapanewon Moyudan, Kabupaten Sleman – yang berbatasan secara langsung dengan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul – kini menjadi tempat yang mengusung harapan besar yakni Yayasan Literasi Desa Tumbuh.



“Awalnya saya hanya ingin membuat perpustakaan kecil di samping garasi rumah keluarga, agar anak-anak bisa membaca buku seperti anak-anak di kota,” kata Desy Ery Dani, yang merupakan penggagas yayasan.
Namun sang suami, Noor Huda Ismail, menyarankan agar gagasan sederhana itu dikembangkan menjadi gerakan yang lebih luas. Dari situlah lahir LDT, sebuah yayasan yang menggabungkan semangat literasi, pemberdayaan perempuan, penguatan komunitas, dan keberlanjutan.
“LDT mengembangkan kegiatan yang terbagi dalam beberapa ruang tematik: Ruang Baca, Ruang Seni, dan Ngobrol bareng, yang kesemuanya saling terhubung secara fisik dan koseptual. Pendekatan ini memungkinkan literasi hadir dalam berbagai bentuk dan media: dari lembaran buku, alunan angklung, hingga aroma kue tradisional dari pawon desa,” ujar Noor Huda di sela perayaan satu tahun berdirinya Literasi Desa Tumbuh, Minggu (20/7/2025), di Dusun Betakan.
Pada perayaan ulang tahun satu tahun LDT juga dihadiri pemerintah daerah dan juga warga setempat.
“Terima kasih dengan kehadiran Literasi Desa Tumbuh selama setahun ini, telah mencerdaskan anak-anak di wilayah sini, harapannya terus berkembang,” ujar Sigit Tri Susanto, Lurah Kelurahan Sumberrahayu pada sambutannya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Christiana Rini Puspitasari, Kepala Bidang Pembinaan dan Pengelolaan Perpustakaan, DIPUSIP Sleman, “Literasi Desa Tumbuh menjadi contoh bagaimana perpustakaan tidak hanya dalam bentuk gedung dan memaknai literasi tidak hanya membaca dan menulis”.

Selain itu, pada kesempatan ini juga tampil adik-adik dari Literasi Desa Tumbuh yang bergabung pada Aksara Tari dan juga Gema Literasi. Mereka menampilkan tari tradisional yakni tari nusantara dan tari manuk dadali, serta tim angklung Gema Literasi yang menampilkan jingle Literasi Desa Tumbuh. Penampilan lain juga datang dari siswa SD Negeri Sumberrahyu yang menampilkan pantonim.
Seusai pementasan, anak-anak dan orangtua mendengarkan cerita dari Read Aloud Jogja dan mengikuti beragam kegiatan mulai dari face painting, pojok sains, permainan tradisional, dan pembuatan batik menggunakan tepung.






“Seneng banget ada Literasi Desa Tumbuh, karena ada beragam eksperimen jadi anakku bisa mencoba banyak hal” ungkap Nia, salah satu orangtua saat anaknya mampir ke Pojok Sains.

Bagi Amsa Nadzifah, ketua Literasi Desa Tumbuh, menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan kerjasama dengan warga mulai dari tim Jaga Warga, jama’ah masjid, hingga warga setempat. “Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh warga, tanpa mereka kami tidak bisa bertumbuh seperti sekarang. Karena kami juga dibantu oleh para volunteer yang merupakan anak muda di wilayah sini dan juga temen-temen mahasiswa,” ungkap Amsa saat ditemui di lokasi.